Kemarin, saya belajar berjalan (lagi). Sounds odd. Tapi ini nyata.
Tidak, saya tidak dalam proses penyembuhan pasca-kecelakaan atau semacamnya. Saya hanya berjalan terlalu aneh -saya menyebutnya terlalu bersemangat- hingga tak jarang pakaian saya kotor terkena percikan tanah atau air yang saya injak.
Si pacar yang pertama kali menyadarkan saya. I never thought i did it wrong. I mean, hey, walking is the most essential thing for human. Saya melakukannya selama 20,5 tahun terakhir. Ternyata, saya berjalan tidak seperti orang lain.
Saya tidak cacat. Saya hanya berjalan terlalu serampangan.
Pelajaran berjalan saya dimulai dari kostan hingga kampus. Dia menunjukkan cara berjalan seperti "orang biasa". Dengan meluruskan kaki, meratakan permukaan bawahnya. Tanpa di angkat di salah satu ujungnya, baik tumit maupun jari kaki. Inilah permasalahannya. Setiap kali berjalan, saya mengangkat salah satu ujung kaki. Tidak, bahkan keduanya. Hasilnya, percikan tanah dan genangan air terciprat ke ujung sepatu hingga belakang betis.
Lalu saya harus berjalan seperti apa? Serdadu?
Tapi saya serius. Saya iri dengan orang-orang bersepatu rapi jali, klimis, dan kinclong. Tak peduli mereka berjalan di atas genangan air atau lumpur.
Kini saya harus belajar berjalan lagi. Entah seperti serdadu, atau seperti peragawati.
Anda mungkin telah belajar banyak hal, tapi sudahkah Anda becus untuk hal-hal paling mendasar?
No comments:
Post a Comment