Kuharap hujan tak pernah turun.
Setiap hujan turun, semua kenangan luntur. Bau tanah lantak jadi lumpur.
Seseorang pernah berkata, "jika hujan turun, aku akan memohon maaf padamu."
Mengapa maaf hanya datang saat hujan turun? Mengapa hanya sejuk angin yang mampu buatmu lirih? Aku tidak?
Lalu kita duduk di bawah hujan. Hujan besar yang buatku menggigil. Kau tersenyum. Hanya hujan yang buatmu lirih. Mengapa tak kau buka payungmu lalu menembus hujan? Ingin duduk berlama-lama denganku, sayang?
Tidak. Kau ingin berlama-lama menyentuh hujan. Hanya hujan yang buatmu lirih.
Kuharap petir sambar tengkorakmu, membelahnya dan melempar otakmu ke tanganku. Siapa nama di situ? Siapa nama yang kau dendangkan setiap hujan turun?
Kau berbisik di kupingku, "setiap hujan turun, aku seperti ingin mati."
Maka mati saja. Lalu terjaga saat hujan reda.
Kau seperti mimpi. Mimpi tanpa gerak serasi. Semua rasa hilang lantak bersama bau tanah yang kembali jadi lumpur.
Kau seperti mimpi. Maka kembalilah menjadi mimpi.
If you read this someday, my dear, don't you ever think that it's him. No, it's you.
ReplyDelete