Pages

Wednesday, October 13, 2010

Saya (Resmi) Mundur dari Pertarungan Ini, Kawan!

Jadi begini.

Daripada gw nulis panjang-panjang, mendingan gw bikin point-pointnya aja.
  • Kamis (7/10) kemaren, modem gw ketinggalan di kosan. Baru diambil hari Senin (11/10). Otomatis blog gw amat sangat terbengkalai. Begitu juga tugas-tugas gw.
  • Sabtu (9/10) gw dateng ke Balai Kartini buat ikut European Higher Education Fair 2010. Di situ gw ketemu bule ganteng dari kedutaan Hungaria. Akhirnya gw memutuskan buat apply beasiswa ke Sweden. [Loh terus apa urusannya ama si bule Hungaria, reh?] Nggak ada, pengen bilang aja kalo bulenya ganteng :-*
  • Buat apply beasiswa ke Sweden itu tentunya butuh pengorbanan. Duit 350 rebu buat ikut TOEFL dan kuliah yang harus disegerakan tamat karena gw pengennya apply buat kuliah S2. [kenapa Sweden?] Karena gw ngefans sama The Cardigan dan Jens Lekman. [emang kenapa?] Ya nggak, pengen bilang aja :-*
 
The Cardigans
 
 
Jens Lekman

  • Tugas proposal skripsi gw belum dikerjain satu huruf pun. Tapi gw udah nemu judulnya dong.
"Representasi TV dalam Lagu Polpot oleh Tika and The Dissidents"


  • Gw belom nyiapin berkas-berkas buat ngelamar job training. Rencananya gw mau ngelamar di tabloid Bintang Indonesia. Yeah... gw bakal jadi wartawan gosip, cyin...
  • Gw belom bikin 3 tulisan buat dikirim ke lomba blog dan blog gw ini pun isinya masih seuprit.
  • The worst of all... gw dan life partner gw yg udah 2 taun 10 bulan pacaran akhirnya memutuskan buat udahan (lagi). Geez... udah sering putus-nyambung tapi kali ini terasa sakit banget ya? Mungkin karena emang kali ini kita sepakat buat bener-bener udahan and never look back. Walaupun berarti hidup kita bakal berubah drastis. Biasanya pergi kemana-mana berdua sampe nggak punya temen jalan laen, sekarang mesti sendiri-sendiri. Apalagi kita di kampus sekelas. Oh, Hua Che Lei... Bolehkah kupinjam pundakmu untuk menangis? :'(
abcd0020

Jadi... karena semua point di atas yg bikin konsentrasi terpecah-belah, gw memutuskan untuk mengorbankan salah satu. Maaf banget, gw harus mengorbankan lomba blog ini. I'm not in my best mood, somehow.

Good luck buat semua peserta kompetisi blog Beswan Djarum. Mungkin bukan giliran gw tahun ini kali ya? Atau mungkin siapa tau, gw gak bisa ikut saingan buat dapetin Apple iPad karena gw ditakdirkan buat jadi istri kesekiannya bos Apple gitu? ;)

Thursday, October 7, 2010

If Only Superman Realized This...

Sekali dalam seumur hidup, mungkin kalian pernah dihadapkan pada pertanyaan: jika kalian menjadi seorang superhero, kekuatan apakah yang ingin kalian miliki? Siapa nama "jagoan" kalian?

Sebagian mungkin menjawab Superman, Batman, atau salah satu dari Powerpuff Girls (heck yeah, it sounds silly, but those girls ARE superheroes). Sebagian lagi mungkin mencoba menjawab sedikit diplomatis namun out of context dengan menjawab R.A Kartini atau Pangeran Diponegoro. Ya, mereka memang pahlawan, tapi bukan super-pahlawan karena R.A Kartini tak punya tongkat ajaib dan Pangeran Diponegoro tidak terbang dengan jubahnya.

Lalu superhero macam apa yang gw inginkan?

Awalnya gw ingin jadi Hiro Nakamura, si Jepang culun dengan kekuatan manipulasi waktu di serial Heroes. Gw bisa mempercepat waktu pas gw lagi UAS, gw bisa menghentikan waktu waktu gw lagi sama the loved ones, dan gw bisa lompat ke 25 tahun dari sekarang untuk melihat secantik apa anak gw nanti.

Tapi bukankah life is a box of chocolate? U'll never know what u gonna get, and there's always surprise in every wraps. Ya, hidup itu kejutan dan gw menikmati waktu-waktu menunggu kejutan tuhan saat gw bangun tidur.

Kalau gitu, gw mau jadi Power Ranger aja. Selain jadi superhero terdisiplin menurut versi Raditya Dika karena Power Ranger kemana-mana pakai helm, Power Ranger juga terlatih dalam hal team work. Power Ranger itu rame-rame. Kalau sendirian namanya Lone Ranger. Menjadi superhero ialah menjadi pribadi sosial. Kita nggak akan bisa menolong orang lain kalau kita nggak punya jiwa sosial. Apalagi menolong rame-rame kan lebih seru.

Bo'ong ding. Alasan di atas cuma ngegombal aja.

Alasan sebenarnya gw pilih Power Ranger ialah karena Power Ranger itu berlima. Kalau sepi orderan membasmi kejahatan, bisa nyambi jadi anak band. Kalau perlu, jadi girlband. Tinggal pakein baju kelinci ala majalah Playboy, pegang standing mic yg sexy, pake make up ala Korea, terus nyanyi:

"Nobody nobody but you...
I want nobody nobody but you..."


Selain itu, Power Ranger dinas 24 jam. Mau bukti? Pernah lihat Power Ranger ngetok rumah Pak RT sambil sarungan terus numpang tidur di teras rumahnya? Nggak kan?

Yang jelas, gw pengen jadi superhero yang selalu siaga melindungi masyarakat dan mengatasi masalah tanpa masalah (yang ini Power Rangernya mantan pegawai pegadaian). Bukan superhero yang menghukum kejahatan dengan kekuatan bulan. Karena kalau siang-siang, kekuatan bulannya nggak bisa dipake.

Tapi mari kita pikirkan sekali lagi. Apa kita mau jadi superhero? memiliki kekuatan yang tak dimiliki manusia normal akan menghasilkan dua kemungkinan: dianggap super atau dianggap abnormal.
Coba kita tengok Edward Scissorhand. Dengan tangan guntingnya, dia bisa menghias tanaman tetangga-tetangga, bahkan memotong rambut dengan aneka model. Tapi tak sedikit juga yang menganggapnya freak.

Lalu apa tujuan kita menjadi superhero?
Apakah menjadi manusia biasa sudah sedemikian tidak berharganya?

Jostein Gaarder pernah berkata, adanya dunia merupakan suatu probabilitas yang tidak mungkin. Akan lebih mungkin jika tidak ada dunia dan isinya, agar tak ada yang mempertanyakan mengapa semua tidak ada.

Dengan rendah hati, mari pereteli semua atribut superhero yang kita miliki. Helm lima warna, tongkat kekuatan bulan, atau sayap yang membuat kita tidak mengkerut dan tembus ke samping. Terkadang menjadi biasa dan "tidak ada" membuat hidup lebih luar biasa. Tanpa sorotan dan tanpa standing applause yang kemudian berganti menjadi timpukan botol air mineral saat kekuatan telah hilang.

Life is a surprise. Tanpa kekuatan, kita sudah terkejut.
Hidup itu luar biasa. Tapi saat kita tahu episode selanjutnya dengan kekuatan teleportase, hidup akan seperti ujian dengan selembar kertas contekan di paha.

Tuhan punya rahasia. Jangan cari passwordnya ;)

Wednesday, October 6, 2010

Ibu Kost dan Tembang Jawa

Sekarang jam 6:36 pagi dan ibu kost gw mulai nyetel tembang Jawa di rumahnya. Kaget campur aneh, karena ini pertama kalinya gw denger tembang Jawa dari rumah ibu kost gw. Biasanya cuma suara anaknya aja yang hobi nyinden di kamar mandi. It was so damn epic. Kalo anaknya mulai nembang dengan suara menggelegar, gw jadi berasa lagi nonton wayang orang. Tapi sekarang, denger tembang Jawa lengkap dengan iringan gamelan dari kaset, gw jadi laper. Maaf bu, prasmanannya sebelah mana? Saya udah salaman ama pengantennya tadi.



I do admit, dengerin tembang gamelan memang punya efek soothing. Diam-diam kadang gw nikmatin waktu dulu nenek gw nyetel lagu-lagu gamelan Sunda waktu gw kecil. Bahkan ikut nyanyi di dalam hati waktu nyokap gw nyetel lagu-lagunya Bungsu Bandung yang konyol.

Tapi kenapa cuma di dalam hati?

Ini yang masih belum sanggup kita lakukan. Mengakui kegemaran kita terhadap hal-hal tradisionil. Mungkin cukup aneh kalau playlist di music player kita berisi lagu-lagu U2, Smashing Pumpkins, Slank, Rolling Stones, dan tiba-tiba terselip satu lagu Talak Tilu dari Bungsu Bandung. Jangankan lagu tradisional, gw aja diketawain waktu temen-temen gw nemu lagu Mencontek dari Padhyangan di sela-sela playlist gw yg kebanyakan lagu jazz dan indie.

Beberapa tahun lalu, nyokap gw pernah kaget waktu dia nemu kaset MP3 lagu-lagu Sunda punya dia di DVD player di kamar gw.

"Kamu dengerin ini?"

Yeah mom. Ade baru aja dengerin lagu Kalangkang. I did it when i miss my childhood friends, karena lagu itu sempet dinyanyiin temen-temen gw waktu acara perpisahan SMP.

Lalu kenapa aneh? Karena kita menganggap hal-hal tradisional sebagai sesuatu yang norak dan konservatif. Kalau kita lewat ke pedagang VCD bajakan, kita akan lihat VCD lagu-lagu daerah yang berjajar rapi, yang mungkin hanya akan berkurang jumlahnya dalam waktu beberapa minggu sekali. Itupun hanya terjual beberapa keping saja. Siapa yang membelinya? Yang jelas bukan anak SMA dengan ringtone lagu Justin Bieber di handphonenya. Tapi coba bandingkan ketika beberapa tahun lalu Vicky Sianipar mengaransemen ulang lagu Piso Surit. Video klipnya laris diputar di MTV. Gw ulangi, di MTV.

Hal ini otomatis menjadi pemicu minimnya peminat lagu-lagu tradisional. Lagu tradisional pun menjadi minoritas di negeri sendiri. Kebanyakan pendengarnya hanya orang-orang tua.

Lalu waktu kita tua nanti, apakah kita juga akan menjadi penggemar lagu tradisional?

Atau tetap memutar lagu-lagu Coldplay yang biasa kita dengar di masa muda kita dulu?

Ada beberapa tempat dimana kita seringkali mendengar lagu-lagu tradisional. Hajatan (nikahan atau sunatan), angkutan umum, dan... errr... i cant find the other. Betapa langkanya kesempatan ini.

Justru karena langka, gw sangat menikmati momen ini. Keep on playing, ibu kost :)